Semarang, kota yang tenang. Kota yang membuat anda merasa tua. Kesanalah tujuan mudik saya tahun ini.
Tidak seperti tahun sebelumnya dimana kami mudik ke kampung halaman istri saya. Kali ini tujuannya adalah ke rumah orang tua saya di Ungaran, Kabupaten Semarang, setidaknya rumah dimana mereka tinggal setelah pensiun dan hijrah dari Bandung.
Pergi Malam
Tahun ini, Estate saya tidak begitu rewel dan tidak ada pekerjaan besar dilakukan di area mesin. Artinya kondisi dompet cukup tebal cukup fit, dan hanya persiapan ringan saja yang saya lakukan.
Rute keberangkatan yang kami tempuh
Seperti biasa, jika mudik ke arah Jawa Tengah saya memilih berangkat malam hari, selain jalan lebih lowong terutama dari motor, lebih adem, para penumpang pun lebih banyak terlelap selama perjalanan sehingga tidak banyak berhenti untuk jajan.
Seperti biasa pula, saya memilih untuk masuk tol Cipali di Subang via jalur Lembang, meskipun sebenarnya bisa masuk tol dari Bandung, memutar ke Cikampek dan lanjut ke Cipali. Namun demikian, Subang jauh lebih dekat, 11 Juni jam 22.30 kami berangkat dari rumah, dan 12 Juni tepat jam 01.06 kami sudah berada di gerbang tol Subang.
Bayangkan jika berangkat siang hari, tentu akan terjebak macet di Lembang akibat banyaknya wisatawan.
Awalnya saya ingin melewati tol fungsional Pemalang – Semarang yang sudah dibuka, namun saat mengetahui padatnya rest area hingga tumpah ke bahu jalan tol, dan waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi, diputuskan untuk keluar di Brexit (Brebes Timur) dan mencari tempat sahur di jalur Pantura saja.
Tepat jam 03.30 kami keluar dari tol, dan beberapa menit kemudian berhenti di SPBU Kaligangsa Tegal untuk sahur.
Lepas subuh, perjalanan dilanjutkan. Saya memutuskan tidak kembali masuk tol, melainkan via jalur konvensional saja. Jalanan lowong sekali.
Melewati Batang, saya melihat di sisi kanan antrian para pemudik di tol fungsional yang hendak memutari jembatan Kali Kuto yang saat itu belum tersambung. Saya merasa beruntung karena jalur konvensional lancar sekali.
Parkiran Estate di kampung, samping kandang ayam, bawah pohon durian
Jam 07.45 kami tiba di tujuan, yaitu kasur rumah orang tua di kampung.
Pulang Siang
Keinginan icip-icip tol fungsional tercapai saat pulang. Kali ini kami berangkat dari Ungaran 18 Juni jam 23.00, konvoi bersama adik menuju Bandung.
Rute pulang yang kami tempuh
Setiap speedometer lewat diatas 80 km/h, mobil adik mulai tertinggal di belakang. Mengingat mobil adik saya saat itu mengangkut 6 orang plus bagasi penuh, wajar saja dia lebih berhati-hati. Apa daya sepanjang tol kami tetap di jalur kiri dengan kecepatan maksimum 80 km/h saja. Perjalanan pulang terasa lebih lama daripada saat berangkat.
Beberapa kali lalu lintas tersendat, bahkan berhenti. Pertama saat antri melewati jembatan Kali Kuto yang saat itu sudah tersambung (meskipun cuman satu jalur beralaskan besi). Kemudian beberapa kali menjelang rest area, atau tempat-tempat dimana banyak pemudik berhenti di bahu jalan untuk beristirahat.
Ajaibnya, meskipun di luar rest area, banyak pedagang kopi keliling disana.
Rest Area 229B adalah tempat kami berhenti sekitar jam 4.30 pagi. Kami beruntung bisa dapat tempat parkir yang berdekatan, mengingat Rest Area ini padatnya seperti pasar malam.
Lepas subuh, iseng-iseng cek Google Maps, kami melihat banyak warna merah tua sepanjang tol menuju arah pulang. Sepakat, kami pun memutuskan keluar di Kanci saja dan melanjutkan perjalanan via jalur konvensional Majalengka dan Subang.
Keluar Cirebon matahari sudah terbit, alhasil makin banyak motor dan angkot berkeliaran. Mobil pun tidak bisa dipacu kencang, meski demikian perjalanan sangat lancar dan setidaknya tidak ada stop-n-go seperti di dalam tol. Kecuali di lampu merah tentunya.
Kami sempat berhenti setelah Sumedang untuk sekedar mencuci muka dan ngemil sarapan. 19 Juni jam 10.30 siang Estate pun kembali masuk garasi di Bandung.
Semarang Tenang
Jauh berbeda dari mudik 2015 silam, dimana perjalanan ke Semarang memakan waktu 24jam, kali ini mudik benar-benar lancar dan tenang.
Tidak ada insiden, tidak ada drama. Mesin Estate berasa halus dan bertenaga, demikian pula saat melewati jalan bergelombang di Pantura jauh lebih mulus rasanya. Saya ingat betul 2015 silam, bagai naik gerobak rasanya. Mungkin efek pergantian shockbreaker depan pada tahun sebelumnya.
Ada istilah “setahun mengumpulkan uang, saat mudik dihabiskan”. Saya rasa untuk Estate, istilah yang mirip adalah “setahun maintenance, saat mudik jadi tenang”.
Tentunya kemudian istilah itu menjadi paradox, karena untuk maintenance, uang anda akan habis. Sedangkan uang tersebut anda kumpulkan untuk mudik bukan?
Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Seperti biasa, yang penting adalah pengalaman yang anda dapatkan.
Keep calm and enjoy!
Sugeng rawuh ing Semarang
Pojok Gereja Blenduk, Kota Lama Semarang
Semua sibuk di Kota Lama
Friends and Soekarno, Pasar Seni Padangrani
Mercedes Benz, Pasar Seni Padangrani
Dua kamera, dua sepeda, dua gaya, taman Kota Lama
Wedang uwuh di Bakso Rahayu yang legendaris
Payung dan seribu pintu, Lawang Sewu
Tattoo sementara, salah satu ruang di Lawang Sewu
Tahu Gimbal depan Mesjid Agung, Simpang Lima Semarang
Happy Volkswagen, Simpang Lima
Estate di penggergajian, Ungaran
Diorama, Bandeng Juwana Elrina, Pamularsih Semarang
Ditengah tawa, Bandeng Juwana Elrina, Pamularsih Semarang
Cookie hunting, Virgin, Pamularsih Semarang
See you next year!
Sayangnya belum ada sistem diskusi yang diimplementasikan di website ini. Gatal ingin berkomentar? Kesini saja.